Cuma Lihat-Lihat, Pengusaha merespons soal fenomena rombongan jarang beli (Rojali) yang sedang marak di mal-mal Indonesia. – Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah mengatakan fenomena ini memang sudah terjadi sejak pandemi Covid-19, di mana ada perubahan pola belanja masyarakat di Indonesia.
‘Rojali’ Cuma Lihat-Lihat dan Makan di Mal, Beli Barangnya di Online – Budi menambahkan, konsumen kini lebih banyak berkunjung ke mall untuk sekadar bertemu rekan dan makan-minum di restoran bersama rekan dan keluarganya, sehingga toko fisik yang besar sudah tidak relevan lagi. “Intinya, mall itu sekarang hanya showroom saja, mereka tetap bakal ke tempat makan, ya untuk melepas lelah setelah lihat-lihat,” tambahnya.
‘Rojali’ Cuma Lihat-Lihat dan Makan di Mal, Beli Barangnya di Online
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah ‘Rojali’—akronim dari “Rombongan Jadi Liat-liat”—kian sering terdengar di dunia ritel dan pusat perbelanjaan. Ini adalah julukan bagi kelompok konsumen yang datang ke mal hanya untuk melihat-lihat dan menikmati fasilitas seperti pendingin ruangan, makan di food court, atau berfoto, tanpa melakukan pembelian langsung di toko fisik.
Namun, bukan berarti mereka tidak belanja sama sekali. Justru sebaliknya, setelah melihat-lihat barang secara langsung, mereka membeli produk tersebut secara online karena harga lebih murah atau promo lebih menarik. Fenomena ini mendapat sorotan dari Ketua Umum HIPPINDO (Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia), Budihardjo Iduansjah, yang menyatakan bahwa pola ini telah berkembang sejak pandemi Covid-19 dan kini menjadi tren yang mengubah wajah ritel nasional.
Perubahan Pola Belanja Pasca Pandemi
1. Adaptasi Digital Konsumen
Pandemi Covid-19 memaksa konsumen untuk beralih ke belanja online demi menghindari keramaian dan menjaga protokol kesehatan. Kebiasaan baru ini rupanya tetap melekat hingga sekarang, bahkan ketika pusat perbelanjaan kembali beroperasi normal.
“Orang-orang sudah terbiasa belanja dari rumah. Bahkan kalau mereka datang ke mal, itu hanya untuk cek fisik produk saja, lalu belanjanya tetap via e-commerce,” ujar Budihardjo dalam wawancaranya.
2. Smart Shopping dan Perbandingan Harga
Konsumen kini lebih cerdas dan kritis. Mereka memanfaatkan toko fisik untuk membandingkan kualitas, ukuran, dan kenyamanan produk—terutama untuk barang seperti sepatu, pakaian, gadget, atau perabot rumah tangga—sebelum membelinya dengan harga lebih murah secara online.
Hal ini diperkuat dengan hadirnya platform perbandingan harga dan diskon yang mudah diakses melalui aplikasi dan situs e-commerce.
Dampak Fenomena ‘Rojali’ terhadap Pusat Perbelanjaan
1. Penurunan Penjualan Toko Fisik
Meskipun tingkat kunjungan ke mal meningkat, penjualan tidak selalu ikut naik. Banyak pemilik toko melaporkan adanya disparitas antara foot traffic dan jumlah transaksi.
2. Efek Domino pada UMKM dan Penyewa Mal
Pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mengandalkan etalase di pusat perbelanjaan menjadi pihak yang paling terdampak. Mereka harus membayar sewa tempat, menggaji pegawai, serta mengelola operasional harian, namun penjualan tidak sebanding.
3. Ancaman Terhadap Kelangsungan Pusat Perbelanjaan
Jika tren ini terus berlanjut tanpa solusi inovatif, maka dikhawatirkan banyak tenant akan menutup gerainya. Dalam jangka panjang, mal bisa kehilangan daya tariknya sebagai pusat transaksi dan berubah hanya menjadi tempat rekreasi sosial.
Strategi Menghadapi Fenomena ‘Rojali’
1. Kolaborasi Online dan Offline (O2O)
Penerapan model bisnis Online to Offline (O2O) bisa menjadi solusi jitu. Brand bisa memanfaatkan toko fisik sebagai showroom atau titik ambil barang (pick-up point), sementara transaksi tetap dilakukan melalui aplikasi.
2. Program Loyalti dan Diskon Eksklusif
Peritel bisa menarik konsumen untuk membeli langsung di toko fisik dengan memberikan diskon eksklusif, cashback, atau loyalty points yang hanya tersedia untuk pembelian offline.
3. Meningkatkan Pengalaman Belanja di Toko
Konsumen masa kini tidak hanya mencari barang, tetapi juga pengalaman. Toko perlu menyajikan nilai tambah melalui layanan konsultasi langsung, demo produk, atau interaksi yang tidak bisa ditemukan di e-commerce.
4. Mengoptimalkan Teknologi Digital di Mal
Pusat perbelanjaan juga harus bertransformasi digital. Penggunaan aplikasi mal, QR code interaktif, dan integrasi dengan e-wallet atau marketplace dapat memperkuat ekosistem belanja dan menghubungkan pengalaman offline dengan online.
Studi Kasus dan Data Pendukung
Menurut riset dari Katadata Insight Center (2023):
-
Sebanyak 74% konsumen Indonesia menyatakan mereka sering membandingkan harga di toko fisik sebelum membeli produk secara online.
-
60% responden Gen Z menyebut bahwa mereka lebih suka datang ke mal untuk bersosialisasi dan sekadar menikmati suasana, bukan untuk belanja utama.
-
Marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan TikTok Shop mengalami lonjakan transaksi barang-barang fashion dan elektronik hingga 30% dalam 2 tahun terakhir, sebagian besar berawal dari kunjungan awal ke toko fisik.
Peran Pemerintah dan Asosiasi Ritel
Ketua HIPPINDO, Budihardjo Iduansjah, juga mendorong agar ada regulasi dan kebijakan fiskal yang mendukung kesetaraan antara ritel fisik dan online. Misalnya dalam hal:
-
Pajak e-commerce yang adil.
-
Insentif digitalisasi untuk UMKM ritel fisik.
-
Dukungan promosi bersama antara mal dan platform digital.
Hal ini bertujuan agar terjadi ekosistem yang sehat, di mana pelaku usaha ritel fisik tidak kalah saing, dan konsumen tetap mendapat manfaat maksimal.
Kesimpulan
Fenomena ‘Rojali’ bukan sekadar tren belanja masa kini, melainkan refleksi dari perubahan mendalam dalam perilaku konsumen Indonesia. Meski terlihat mengancam toko fisik, di sisi lain ini membuka peluang baru bagi dunia ritel untuk berinovasi dan menyelaraskan strategi offline dan online.
Pusat perbelanjaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan konsep lama. Mereka perlu menjadi destinasi pengalaman (experiential destination), bukan sekadar tempat transaksi. Sementara brand dan pelaku usaha harus adaptif terhadap preferensi digital konsumen.
