Di Bawah Tenda, Mark Zuckerberg, CEO Meta, ingin membangun data center secepat mungkin untuk menunjang layanan berbasis kecerdasan buatan – di Instagram, WhatsApp, dan Facebook. Saking buru-burunya, Meta mulai membangun data center di dalam tenda. Pertarungan teknologi AI memang sedang panas-panasnya. Meta adalah salah satu perusahaan yang mengucurkan dana jumbo untuk bertarung dengan Google dan perusahaan pencipta ChatGPT, OpenAI.
Ratusan Triliun Di Bawah Tenda, Mark Zuckerberg Sudah ‘Kebelet’– Zuckerberg memberikan pernyataan yang bisa mengkonfirmasi pernyataan Patel. Dalam unggahan di Facebook, Zuckerberg menyatakan,”Meta bakal menjadi yang pertama mendirikan 1 GW+ klastersuper online.” Seorang sumber di dekat Meta membenarkan bahwa Meta tengah meningkatkan agresivitas rekrutmennya, bahkan secara personal Mark Zuckerberg menghubungi beberapa kandidat unggulan. Tawaran besar-besaran ini diduga dilakukan untuk membangun dominasi Meta di ranah AI generatif.
Ratusan Triliun Di Bawah Tenda, Mark Zuckerberg Sudah ‘Kebelet’
Dalam dunia teknologi, kecepatan adalah segalanya. Hal ini sangat dipahami oleh Mark Zuckerberg, CEO Meta (induk perusahaan Facebook, Instagram, dan WhatsApp). Demi mendukung ambisinya dalam mengembangkan layanan berbasis kecerdasan buatan (AI), Zuckerberg rela menggelontorkan ratusan triliun rupiah untuk membangun data center. Uniknya, demi mengejar waktu, pembangunan dilakukan di bawah tenda!
Kejar-kejaran dengan Waktu Demi Dominasi AI
Kecerdasan buatan kini menjadi medan pertempuran utama di antara raksasa teknologi dunia. Perusahaan seperti Google, Microsoft, hingga Amazon berlomba-lomba mempercepat pengembangan layanan AI, mulai dari chatbot, fitur pencarian pintar, hingga sistem rekomendasi yang semakin canggih. Tidak mau tertinggal, Meta pun ikut terjun total dalam perlombaan ini.
Mark Zuckerberg mengungkap bahwa kebutuhan komputasi untuk AI sangat besar. AI generatif yang kini diintegrasikan ke Instagram, WhatsApp, dan Facebook membutuhkan server yang super kuat. Data center yang sudah ada dianggap tidak cukup untuk menampung beban kerja AI yang terus meningkat.
“Kami harus bertindak cepat agar tidak tertinggal. Kecepatan menjadi kunci,” ujar Zuckerberg dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Data Center di Bawah Tenda: Strategi Unik dan Cepat
Biasanya, pembangunan data center adalah proyek jangka panjang yang memerlukan perencanaan matang, infrastruktur permanen, dan investasi besar. Namun, Meta memilih pendekatan berbeda: membangun data center di bawah tenda.
Kenapa harus di bawah tenda? Langkah ini diambil untuk mempercepat proses instalasi dan implementasi hardware, tanpa harus menunggu pembangunan gedung permanen selesai. Dengan tenda besar yang sifatnya sementara, para teknisi bisa langsung mulai memasang server, sistem pendingin, dan jaringan listrik tanpa birokrasi konstruksi yang panjang.
Meta juga dikabarkan berencana menghabiskan lebih dari USD 30 miliar (sekitar Rp 480 triliun) hanya untuk infrastruktur tahun ini, sebagian besar di antaranya untuk kebutuhan AI. Angka ini mencerminkan keseriusan Meta dalam mendominasi pasar AI global.
Layanan AI di Instagram, WhatsApp, dan Facebook
Pembangunan data center baru ini bukan tanpa alasan. Meta tengah gencar menanamkan teknologi AI di semua lini layanannya:
- Instagram: Meta menambah fitur AI untuk membantu pengguna mengedit foto, menulis caption, hingga membuat konten reels secara otomatis.
- WhatsApp: AI digunakan untuk chatbot bisnis, layanan customer service otomatis, dan fitur terjemahan instan.
- Facebook: Teknologi AI mendukung rekomendasi feed, mendeteksi konten hoaks, serta mempermudah pembuatan iklan yang lebih tepat sasaran.
Semua fitur tersebut memerlukan kapasitas komputasi luar biasa besar. Tanpa data center yang mumpuni, performa AI bisa terhambat dan berdampak pada pengalaman pengguna.
Perang AI: Tidak Ada yang Mau Kalah
Bukan hanya Meta yang gencar membangun infrastruktur AI. Microsoft, misalnya, baru saja meresmikan data center baru di Iowa, Amerika Serikat, yang khusus mendukung Azure AI. Google juga mengumumkan akan mengalokasikan miliaran dolar untuk memperluas pusat data di Asia Tenggara.
Laporan dari Bloomberg menunjukkan bahwa belanja global untuk infrastruktur AI diperkirakan mencapai USD 200 miliar pada 2025. Angka ini akan terus meningkat seiring bertambahnya aplikasi AI di berbagai sektor, mulai dari kesehatan, keuangan, hingga pendidikan.
Efisiensi vs Keamanan
Meskipun pembangunan data center di bawah tenda dianggap efisien dari sisi kecepatan, langkah ini juga menuai kritik. Banyak pihak mempertanyakan standar keamanan dan kestabilan sistem yang dibangun di tempat semi permanen.
Data center adalah jantung dari layanan digital, menyimpan data sensitif pengguna, serta menjaga agar layanan tetap berjalan 24/7. Potensi kerentanan dari bangunan yang bersifat sementara bisa menjadi celah keamanan jika tidak diantisipasi dengan baik.
Namun, Meta menegaskan bahwa tenda hanya solusi awal. Setelah infrastruktur inti siap, seluruh sistem akan dipindahkan ke gedung permanen yang sedang dibangun secara paralel. Dengan demikian, kebutuhan mendesak akan kapasitas komputasi bisa langsung terpenuhi, sembari memastikan keamanan jangka panjang.
Pelajaran untuk Dunia Teknologi
Langkah Zuckerberg ini menunjukkan satu hal penting: siapa yang bisa berinovasi cepat, dialah yang akan memimpin. Keputusan membangun data center di bawah tenda menjadi simbol kegigihan Meta untuk tetap relevan dan unggul di tengah kompetisi AI yang sangat ketat.
Di sisi lain, fenomena ini juga memperlihatkan betapa besarnya dana yang dikeluarkan demi teknologi. Dulu, pembangunan data center dianggap sebagai investasi jangka panjang yang lambat. Kini, kecepatan menjadi faktor penentu — bahkan jika harus mengorbankan kenyamanan dan cara konvensional.
Masa Depan AI di Meta
Meta sudah menegaskan bahwa AI akan menjadi fondasi utama perusahaan dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan. Zuckerberg tidak hanya ingin AI memperkuat layanan sosial media, tapi juga mendorong visi jangka panjang Meta untuk membangun metaverse yang sepenuhnya imersif dan cerdas.
Jika strategi ini berhasil, Meta bisa menjadi pemimpin global dalam teknologi AI, menyaingi Google dan Microsoft. Namun, jika gagal, ratusan triliun rupiah yang dihabiskan bisa menjadi bumerang finansial yang berat.
Kesimpulan
Mark Zuckerberg saat ini benar-benar ‘kebelet’ dalam membangun infrastruktur demi AI. Keputusannya untuk mendirikan data center di bawah tenda menjadi bukti nyata bahwa kecepatan adalah segalanya dalam era teknologi modern.
